Tuesday, August 7, 2012

Thriller di Getsemani: Ciuman Pengkhianatan (Mrk. 14: 32-52) Bag. 2

Indikasi kedua seorang murid Tuhan berpotensi meninggalkan Tuhan:

2.      Ketika Kita Membiarkan Keinginan Daging Menguasai Jiwa Kita 
Injil Lukas mencatat bahwa Tuhan Yesus menyambut Yudas dengan berkata: Judas, are you betraying the Son of Man with a kiss?"  Sementara Markus sama sekali tidak menunjukkan reaksi Tuhan Yesus sedikitpun atas pengkhianatan yang dilakukan Yudas terhadap diri-Nya.  Diamnya Tuhan Yesus dikarenakan penulis injl Markus ingin mengajak para pembacanya fokus kepada penderitaan Yesus atas tindakan menyedihkan yang justru dilakukan orang-orang terdekat-Nya, yaitu murid-murid yang sudah bersama-sama-Nya kurang lebih 3, 5 tahun dan drama menyedihkan itu dipicu dengan sebuah ciuman pengkhianatan yang dilakukan oleh salah satu murid-Nya yang bernama Yudas Iskariot.
Mungkin kita bertanya siapa sesungguhnya Yudas Iskariot? Mengapa ia bisa melakukan pengkhianatan sekeji itu? Apakah Tuhan Yesus salah memilih orang untuk menjadi murid-Nya? 

Banyak orang melihat cara Tuhan Yesus memilih kedua belas murid-Nya sebagai sesuatu hal yang menimbulkan pertanyaan kontroversial.  Dari keduabelas murid yang dipilih-Nya, Tuhan Yesus tidak mencari murid di Bait Suci untuk mendapatkan sarjana-sarjana yang terbaik dan cemerlang, layaknya sarjana-sarjana lulusan STTAT (Sekolah Tinggi Teologi Ahli-ahli Taurat) ataupun dari kampus STTF (Sekolah Tinggi Teologi orang Farisi).  Tidak, sebaliknya justru Ia memilih sebelas dari dua belas murid-Nya dari sebuah kampung kecil yang tidak terkenal yang bernama Galilea.

Ia memilih Yakobus dan Yohanes yang disebut “anak-anak guruh,” yang artinya karena mereka memiliki watak yang bermulut besar.  Lalu Ia memilih Andreas yang malu-malu, Petrus yang kurang ajar karena mulutnya yang suka ceplas-ceplos.  Kemudian seorang mantan pemungut cukai, kaki tangan Romawi penjajah yang bernama Lewi yang sekarang kita kenal dengan nama Matius.  Belum lagi Tomas dan Natanael yang sinis, yang selalu meragukan Tuhan Yesus.  Dengan tangan-Nya sendiri, Tuhan Yesus memilih para murid-Nya dari kalangan pekerja kasar dan tidak berusaha menyembunyikan kekurangan mereka

Tetapi kalau kita melihat profil Yudas yang juga merupakan bagian dari kedua belas murid Tuhan Yesus, Yudas justru merupakan pilihan yang paling masuk akal untuk dijadikan seorang murid.  Pertama, ayahnya Simon Iskariot memiliki reputasi sebagai pejuang kemerdekaan.  Kedua, Yudas adalah seorang Zealot (anggota kelompok politik dan agama Yahudi yang secara terbuka menentang pemerintahan Romawi) yang loyal kepada Israel.  Sepertinya ia cukup memenuhi syarat untuk menjadi murid Tuhan. Di dalam perjalanannya menjadi murid Tuhan, ia mendapatkan pelatihan yang sama, keuntungan yang sama dari hubungan yang dekat dengan Yesus, sang Anak Allah, bahkan kuasa yang sama untuk menyembuhkan orang sakit dan mengusir setan yang merasuki orang-orang tertentu.  Sampai akhirnya, iapun mendapat kepercayaan untuk memegang dan mengatur keuangan di kelompok yang Tuhan Yesus pimpin (Yoh. 13:29).

Tetapi ada yang berbeda jauh di dalam lubuk hatinya,  ada sesuatu yang muncul di dalam diri murid yang baik dan terhormat ini yang membawanya ke jalan yang sangat berbeda dari murid-murid yang lain.  Tak seorangpun yang tahu secara pasti kapan hal itu terjadi—meskipun Yesus sudah memberikan petunjuk—sampai akhirnya terkuak dalam peristiwa Getsemani.

Sdr, perubahan hati Yudas mulai terdeteksi setelah peristiwa Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang.  Peristiwa pelipatgandaan 5 roti dan 2 ikan yang mencukupi perut 5000 lebih manusia menstimulasi pikiran orang-orang yang ada saat itu, termasuk Yudas untuk menjadikan Tuhan Yesus sebagai Raja yang akan memerintah Israel dan menggulingkan Romawi.  Tetapi Alkitab menulis,  “Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri (Yoh. 6:15).

Sdr, taktala Yudas menyadari hal tersebut, ia serasa lunglai, pastilah ada kebingungan, ada kekecewaan di dalam hatinya.  Baru saja ia melihat sosok pemimpin yang ia cari, yang ia butuhkan, yang bisa memenuhi keinginannya, yang sesuai dengan kehendaknya.  Tetapi lewat kaca matanya sekarang ia melihat Tuhan Yesus bukanlah sosok pemimpin yang sesuai dengan dengan kehendaknya sebaliknya justru mengecewakannya.  Semenjak itu, separuh hati Yudas seakan beranjak meninggalkan keyakinannya terhadap Gurunya, Pemimpinnya.  Ketidakbergantungannya kepada Tuhan membuka pintu bagi Iblis untuk semakin berkuasa atas dirinya. Semua itu bisa terjadi karena ia not 100% trust in GOD.

 Indikasi yang berikutnya telihat sewaktu Tuhan Yesus mengunjungi seorang Farisi yang bernama Simon.  Ketika Tuhan Yesus tengah asyik mengobrol sambil menyantap makanan, tiba-tiba datang datang seorang gadis muda—Yohanes menulis gadis itu bernama Maria (Yoh. 12:3)—membawa buli-buli berisi minyak Narwastu yang sangat mahal harganya dan ia memecahkannya, kemudian mengurapi tubuh Yesus dari kepala sampai ujung kaki sehingga semerbak harum wangi minyak Narwastu tersebar ke seluruh ruangan rumah  tersebut.  Sungguh suatu bentuk penyembahan yang besar dari seorang yang merasa dosanya telah diampuni dan memperoleh keselamatan.

Tetapi, tiba-tiba saja ruangan yang harum semerbak itu diinterupsi oleh sebuah komentar yang datangnya dari si bendahara Yudas, katanya: "Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini? Sebab minyak ini dapat dijual tiga ratus dinar lebih (upah tiga ratus hari) dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin" (Mrk. 14:4-5).  Gila, uang tiga ratus dinar, yang setara dengan upah setahun seorang budak—anggaplah gaji pekerja Rp. 20.000/hari dikalikan 360 hari jadi Rp. 7.200.000 dibuang meresap lenyap begitu saja di celah-celah lantai batu.  Sungguh suatu pemborosan yang sama sekali tidak bijak, tahu keadaan lagi susah malah uang sebegitu besar dibuang-buang.  Mungkin itulah yang mendorong ia untuk berkomentar, namun sebenarnya dialah yang tidak mengerti arti penyembahan yang sesungguhnya.

Enam puluh tahun kemudian, Rasul Yohanes menulis mengenai maksud tersembunyi dari perkataan Yudas, “Hal itu dikatakannya bukan karena ia memerhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya” (Yoh. 12:6).

Yudas yang sudah memprovokasi orang-orang yang ada di sana saat itu dengan mengusung tema “pemborosan” ternyata malah mendapatkan teguran yang keras dari Tuhan Yesus.   Untuk kedua kalinya, Tuhan Yesus  mendiagnosa indikasi niat jahat Yudas, tetapi sayang seribu sayang, Yudas tidak peka.  Kritikan tajam yang diberikan Tuhan Yesus malah membuatnya menjadi marah.  Segera setelah jamuan makan selesai—mungkin sebelum tengah malam—kekesalan hati Yudas berubah menjadi kepahitan, dan menjelang pagi telah berubah menjadi konspirasi pembunuhan.

Injil Lukas menguraikan tentang pengkhianatan ini dengan kata-kata yang mengerikan: “Maka masuklah Iblis ke dalam Yudas, yang bernama Iskariot, seorang dari kedua belas murid itu.  Lalu pergilah Yudas kepada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah dan berunding dengan mereka, bagaimana ia dapat menyerahkan Yesus kepada mereka” (Luk. 22:2-6).  Matius menjelaskan transaksi pengkhianatan itu bernilai tiga puluh uang perak.  Nilai yang sangat rendah dan Yudas keliru.  Ia sebenarnya tidak  sedang menjual Tuhan Yesus dengan harga tiga puluh keping perak, melainkan dirinya yang ia jual seharga itu kepada Iblis.

Charles Swindoll dalam bukunya Yesus mengatakan, perbuatan Yudas bukan semata-mata adalah karena Iblis, namun melibatkan lebih dari sekedar pengaruh jahat; dengan kata lain pribadi/karakter Yudas memang sudah jahat dari sananya.  Dari kedua belas murid itu, Iblis memilih satu orang yang memelihara dosa tersembunyi dan menjalani kehidupan ganda.  Swindoll mengilustrasikan lewat kalimat: “Yudas membuat pintu dan Iblis menyelinap masuk tanpa terlihat (lih. Kej. 4:7; 1Pet. 5:8).

Tuhan Yesus berbelas kasihan, sehingga Ia memberikan kesempatan kepada Yudas untuk bertobat.  Dia tahu untuk kesekian kalinya bahwa Yudas telah berencana menjual diri-Nya dengan sekantung uang perak.  Untuk terakhir kalinya Tuhan Yesus masih menegur Yudas beberapa waktu sebelum peristiwa Getsemani terjadi.  Yesus lalu bersaksi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku (Yoh 13:21).  "Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya." Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot (Yoh. 13: 26).

Yesus mengambil sepotong roti, lalu mencelupkannya ke dalam mangkok air garam—yang melambangkan air mata yang ditumpahkan oleh bangsa Israel dalam masa perbudakan di Mesir—dan kemudian dengan sengaja menyodorkannya ke mulut Yudas.  Yudas tersenyum ketika ia menerima isyarat tradisonal yang melambangkan persahabatan itu dan ketika ia menelannya, Alkitab mengatakan ia kerasukan Iblis lalu berkatalah Yesus dengan suara nyaring: "Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera" (Yoh. 13:27).  Tawaran pertobatan Yesus disia-siakan oleh dosa kesombongan yang telah mengikatnya kuat.  Kehendak dagingnya sudah menguasai jiwanya.

Swindoll kembali berkata, apa yang dilakukan Yudas adalah manifestasi dari tipu daya Iblis yang diam dalam diri seorang yang tidak takut akan Allah.  Bukankah ketika kita mencoba menipu Allah dengan berbuat dosa, kita sedang memanifestasikan tipu daya Iblis bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang lugu, yang polos, yang dapat ditipu?  Bahkan yang dapat kita suap dengan dalih melakukan perbuatan baik, dengan dalih toleransi ketika kita berada di antara garis hitam dan putih, ataupun bahkan dengan dalih pelayanan yang  sebenarnya berisi hal-hal yang superficial.
Swindoll mengatakan bahwa ada setiap Yudas di dalam diri setiap kita.    Kita semua berpotensi menjadi Yudas Iskariot si pengkhianat ketika kita mencoba menipu Allah dengan perbuatan dosa yang dibungkus dengan kompromitas dan kemunafikan.  Iapun menuliskan empat prinsip yang perlu kita perhatikan lewat cerita tragis Yudas ini:

1.      Bergaul dengan kesalehan tidak menjamin kita akan menjadi saleh.  Artinya, ada lebih dari sekedar datang ke gereja setiap minggunya untuk sebuah pertobatan, untuk mau bertumbuh secara rohani dan untuk itu kita harus menundukkan diri kepada kebenaran yang kita terima melalui firman-Nya.  Harus ada prioritas untuk Tuhan di dalam kehidupan sehari-hari kita.  Bukan kebiasaan yang ada di dunia yang kita bawa ke gereja, tetapi apa yang kita dapat dari firman-Nya yang harus kita bagikan lewat kesaksian hidup kita, menjadi garam dan terang di tengah dunia.

2. Kerusakan moral secara tersembunyi adalah lebih mematikan daripada kerusakan moral yang terlihat.  Tidak ada kanker yang lebih mematikan daripada kanker yang tidak terdeteksi. Terus menerus memelihara sifat berdosa kita, dengan menyembunyikannya secara rapi dan gagal mengaku dosa  dan memohon pengampunan akan mengahalangi kita untuk mengalami pemulihan yang diberikan oleh Yesus melalui karunia keselamatan (bdk. 1Yoh. 1:9).

3. Iblis dan setan-setannya terus mencari kesempatan untuk menentang Tuhan.  Beberapa bagian  dalam Alkitab mengajarkan bahwa orang yang masih menyimpan dosa yang belum dibereskan adalah kendaraan yang ideal yang dapat dipakai Setan untuk menyerang orang dan rencana Allah (Kej. 4: 6-7; Ef. 4: 25-27; 5: 15-16; 1Pet. 5: 6-8).

4.Tidak ada kesedihan yang dapat dibandingkan dengan penyesalan yang dalam dari seseorang yang sudah terlambat mengetahui bahwa ia sudah mengenal Yesus namun dengan angkuh menolak teguran kasih-NyaAlat utama Iblis adalah penipuan, yang dipakainya untuk memutar-balikkan dosa yang tidak dibereskan serta motivasi yang egois untuk melaksanakan tujuan-tujuannya.

PENUTUP:
Tanpa adanya dukungan, Tuhan Yesus melangkah untuk diadili seorang diri, semuanya dilakukan seorang diri.  Klimaksnya memuncak ketika Dia tergantung di kayu salib, di sanalah Dia menjerit "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?—Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?—Yesus mengalami persekutuan yang sempurna dengan Bapa, namun di kayu salib, sebagai manusia seutuhnya Dia ditinggalkan Sang Bapa.  Semuanya meninggalkan Dia justru karena Dia tidak ingin meninggalkan kita.  Ironis!

Louis Berkhof berkata, ketika berada di dunia, Tuhan Yesus bukan hanya mengalami penderitaan secara fisik, tetapi Tuhan Yesus mengalami penderitaan yang menyeluruh, yang menyangkut tubuh, jiwa dan roh.  Ketika Dia disalib, Dia diejek, Dia bisa saja turun dari salib dan meninggalkan hukuman-Nya. Tetapi itu tidak dilakukan-Nya, malahan Dia mengatakan Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). Tuhan Yesus telah ditinggalkan untuk menghadapi penderitaan seorang diri tanpa relasi dengan Bapa atau persekutuan sahabat-sahabat-Nya, tetapi itu tidak membuat-Nya menyerah dan melarikan diri, meninggalkan kita.  Untuk sebuah karya penebusan yang agung, untuk melakukan kehendak Bapa-Nya di sorga Dia tetap bertahan dan tidak meninggalkan penderitaan-Nya di tengah jalan.  Siapkah kita memikul salib bersama dengan-Nya, atau kita ingin meninggalkan-Nya?

Ada kalanya sebagai pengikut Kristus kita mengalami masalah yang cukup berat.  Menghadapi tantangan kehidupan yang berpotensi membuat kita meninggalkan Yesus, bahkan ada kalanya kita sebagai orang Kristen  merasa tidak melakukan hal yang merugikan  orang lain, tetapi tetap saja kita mengalami apa yang dinamakan ketidakadilan, diskriminasi, intimidasi ataupun penganiayaan.

Bahkan adakalanya pencobaan yang kita alami bukanlah berupa penderitaan, tetapi justru kenikmatan dunia yang menggoda kita, “berkat” yang sepertinya dari Tuhan namun sebenarnya dibelokkan oleh Iblis sehingga secara perlahan-lahan ia menarik kita semakin jauh meninggalkan Tuhan Yesus.  Setan memiliki 1001 cara untuk menarik kita meninggalkan Yesus, oleh karenanya, firman Tuhan hari ini memberikan kita alarm: (1) agar kita melatih kepekaan kita secara rohani dengan berdoa dan berjaga-jaga dalam kebenaran firman-Nya; (2) mewaspadai keinginan daging kita agar tidak menghalangi keinginan roh kita dalam melakukan kehendak Allah.

Oleh sebab itu, janganlah kita membiarkan diri kita undur dari Tuhan, penulis Ibrani di 10: 25 berkata: Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.  Ketika kita menghadapi masalah, bahkan yang terberat sekalipun, ingatlah bahwa  Tuhan Yesus sudah terlebih dahulu menderita bagi saya juga bagi sdr.  Tuhan Yesus telah melewati semuanya, penderitaan dan penganiayaan bahkan maut, sebagaimana dikatakan dalam Ibrani 4:15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”

Mohonlah ampun, jika dalam hidup kita, kita pernah dan masih meninggalkan-Nya, dan berbaliklah kepada-Nya. jangan sampai masalah yang menimpa kita membuat kita meninggalkan Tuhan sekali lagi daripada menghadapinya bersama Tuhan.  Jangan tinggalkan Dia sekali lagi.  Mari saudaraku, marilah kita setia kepada Kristus sebab seperti firman Tuhan berkata,” tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang pada kepercayaan dan pengharapan yang kita megahkan. Amin.

2 comments: